Senin, 29 Oktober 2012

Sejarah Desain Grafis

0 komentar
Di era sekarang ini design grafis sudah sangat popular dan bahkan hampir setiap
kegiatan kita berhubungan dengan design grafis. Banyak tercipta para
designer-designer grafis muda yang professional, karena pada dasarnya kunci
utama design grafis adalah mempunyai banyak ide. Tapi tahukah anda sejarah awal
mula design grafis? Dan tentunya kita perlu mempelajari perkembangan dan
sejarah design grafis. Untuk itu pada kesempatan kali ini, awalmula.com akan
mengutip sedikit perjalanan atau perkembangan dan sejarah design grafis dari
tahun ke tahun hingga sampai saat ini, untuk menambah wawasan kita terutama
dalam dunia design grafis.

Seperti yang kita ketahui, kunci utama dalam design grafis adalah mempunyai
banyak ide dan mampu menguasai beberapa software-software design grafis
seperti desktop publishing, webdesign, audiovisual dan rendering 3 Dimensi.

Pelacakan perjalanan sejarah desain grafis dapat ditelusuri dari jejak peninggalan
manusia dalam bentuk lambang-lambang grafis (sign & simbol) yang berwujud
gambar (pictograf) atau tulisan (ideograf). Gambar mendahului tulisan karena
gambar dianggap lebih bersifat langsung dan ekspresif, dengan dasar acuan alam
(flora, fauna,landscape dan lain-lain). Tulisan/ aksara merupakan hasil konversi
gambar, bentuk dan tata aturan komunikasinya lebih kompleks dibandingkan
gambar. Belum ada yang tahu pasti sejak kapan manusia memulai menggunakan
gambar sebagai media komunikasi. Manusia primitif sudah menggunakan coretan
gambar di dinding gua untuk kegiatan berburu binatang. Contohnya seperti yang
ditemukan di dinding gua Lascaux, Perancis.

Lambang/ aksara sebagai alat komunikasi diawali oleh bangsa Punesia (+ 1000
tahun SM), yang saat itu menggunakan bentuk 22 huruf. Kemudian disempurnakan
oleh bangsa Yunani (+ 400 tahun SM) antara lain dengan mengubah 5 huruf
menjadi huruf hidup. Kejayaan kerajaan Romawi di abad pertama yang berhasil
menaklukkan Yunani, membawa peradaban baru dalam sejarah Barat dengan
diadaptasikannya kesusasteraan, kesenian, agama, serta alfabet Latin yang dibawa
dari Yunani. Pada awalnya bangsa Romawi menetapkan alfabet dari Yunani tersebut
menjadi 21 huruf : A, B, C, D, E, F, G, H, I, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, V, dan X,
kemudian huruf Y dan Z ditambahkan dalam alfabet Latin untuk mengakomodasi
kata yang berasal dari bahasa Yunani. Tiga huruf tambahan J, U dan W dimasukkan
pada abad pertengahan sehingga jumlah keseluruhan alfabet Latin menjadi 26.

Ketika perguruan tinggi pertama kali berdiri di Eropa pada awal milenium kedua,
buku menjadi sebuah tuntutan kebutuhan yang sangat tinggi. Teknologi cetak
belum ditemukan pada masa itu, sehingga sebuah buku harus disalin dengan
tangan. Konon untuk penyalinan sebuah buku dapat memakan waktu
berbulan-bulan. Guna memenuhi tuntutan kebutuhan penyalinan berbagai buku
yang semakin meningkat serta untuk mempercepat kerja para penyalin (scribes),
maka lahirlah huruf Blackletter Script, berupa huruf kecil yang dibuat dengan
bentuk tipis-tebal dan ramping. Efisiensi dapat terpenuhi lewat bentuk huruf ini
karena ketipis-tebalannya dapat mempercepat kerja penulisan. Disamping itu,
dengan keuntungan bentuk yang indah dan ramping, huruf-huruf tersebut dapat
dituliskan dalam jumlah yang lebih banyak diatas satu halaman buku.

Era Cetak

Desain grafis berkembang pesat seiring dengan perkembangan sejarah peradaban
manusia saat ditemukan tulisan dan mesin cetak. Pada tahun 1447, Johannes
Gutenberg (1398-1468) menemukan teknologi mesin cetak yang bisa digerakkan
dengan model tekanan menyerupai disain yang digunakan di Rhineland, Jerman,
untuk menghasilkan anggur. Ini adalah suatu pengembangan revolusioner yang
memungkinkan produksi buku secara massal dengan biaya rendah, yang menjadi
bagian dari ledakan informasi pada masa kebangkitan kembali Eropa.
Tahun 1450 Guterberg bekerjasama dengan pedagang dan pemodal Johannes Fust,
dibantu oleh Peter Schoffer ia mencetak “Latin Bible” atau disebut “Guterberg
Bible”, “Mararin Bible” atau “42 line Bible” yang diselesaikanya pada tahun 1456.
Temuan Gutenberg tersebut telah mendukung perkembangan seni ilustrasi di
Jerman terutama untuk hiasan buku. Pada masa itu juga berkembang corak huruf
(tipografi). Ilustrasi pada masa itu cenderung realis dan tidak banyak icon. Seniman
besarnya antara lain Lucas Cranach dengan karyanya “Where of Babilon”.

Pada perkembangan berikutnya, Aloys Senefelder (1771-1834) menemukan teknik
cetak Lithografi. Berbeda dengan mesin cetak Guterberg yang memanfaatkan
tehnik cetak tinggi, teknik cetak lithografi menggunakan tehnik cetak datar yang
memanfaatkan prinsip saling tolak antara air dengan minyak. Nama lithografi
tersebut dari master cetak yang menggunakan media batu litho. Tehnik ini
memungkinkan untuk melakukan penggambaran secara lebih leluasa dalam bentuk
blok-blok serta ukuran besar, juga memungkinkan dilakukannya pemisahan warna.
Sehingga masa ini mendukung pesatnya perkembangan seni poster. Masa
keemasan ini disebu-sebut sebagai “The Golden Age of The Poster”.

Tokoh-tokoh seni poster tehnik lithogafi (1836-1893) antara lain Jules Cheret
dengan karya besarnya “Eldorado: Penari Riang” (1898), “La Loie Fuller: Penari
Fuller” (1897), “Quinquina Dubonnet” (1896), “Enu des Sirenes” (1899).
Tokoh-tokoh lainya antara lain Henri de Toulouse Lautrec dan Eugene Grasset.

Batasan Media Design Grafis

Desain grafis pada awalnya diterapkan untuk media-media statis, seperti buku,
majalah, dan brosur. Sebagai tambahan, sejalan dengan perkembangan zaman,
desain grafis juga diterapkan dalam media elektronik, yang sering kali disebut
sebagai desain interaktif atau desain multimedia.

Batas dimensi pun telah berubah seiring perkembangan pemikiran tentang desain.
Desain grafis bisa diterapkan menjadi sebuah desain lingkungan yang mencakup
pengolahan ruang.

Prinsip dan Unsur Design

Unsur dalam desain grafis sama seperti unsur dasar dalam disiplin desain lainnya.
Unsur-unsur tersebut (termasuk shape, bentuk (form), tekstur, garis, ruang, dan
warna) membentuk prinsip-prinsip dasar desain visual. Prinsip-prinsip tersebut,
seperti keseimbangan (balance), ritme (rhythm), tekanan (emphasis), proporsi
(“proportion”) dan kesatuan (unity), kemudian membentuk aspek struktural
komposisi yang lebih luas.

sumber : eliskey.student.umm.ac.id

0 komentar:

Posting Komentar